Tanggapan Bos Indomobil Jakarta ★ Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto mendambakan adanya mobil nasional (Mobnas). Gagasan ini ingin membangkitkan kerangka pembuatan mobnas yang sudah ada sejak era 1990-an, namun sampai saat ini belum terwujud.
Presiden Direktur PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) Jusak Kertowidjojo mengaku tidak mengerti apa definisi tentang mobnas. Ia beralasan jika definisi mobnas adalah mobil buatan tangan orang-orang Indonesia dan dibuat di dalam negeri, saat ini hal tersebut justru sudah terjadi.
"Saya tidak terlalu paham apa itu mobil nasional, kalau mobil nasional, mobil yang dibuat orang Indonesia, saat ini pun orang Indonesia sudah buat mobil," ujar Jusak dihubungi detikFinance, Senin (23/6/2014).
Jusak menambahkan, jika dikatakan mobil nasional seluruhnya merupakan buatan orang Indonesia, hal tersebut pun sudah terpenuhi dengan produk-produk mobil yang sudah banyak beredar di pasar domestik yang dihasilkan dari pabrik-pabrik lokal.
"Saat ini 90% merek mobil yang dijual di Indonesia dibuat di dalam negeri dan orang Indonesia, dan sebagian besar bahkan hampir seluruh komponennya dibuat orang Indonesia," katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah mobil nasional harus bermerek nasional?
Menurutnya tak paham konsep seperti apa yang menggambarkan suatu mobil bisa dikatakan mobil nasional.
"Saat ini mobil-mobil yang diproduksi di Indonesia itu merupakan merek internasional, bukan merek suatu negara saja," tutupnya.
Sebelumnya calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto dalam dialog capres-cawapres yang diselenggarakan Kadin Indonesia di Djakarta Teater, Jakarta, Jumat (20/06/2014) mendambakan adanya mobil nasional.
"Saya ingat masa kejayaan Indonesia di tahun 90-an yang dikenal saat itu Macan Asia. Di mejanya pak Aburizal Bakrie ada maket (rancangan) mobil yang ingin dibuat," ungkap Prabowo.
Menurut Prabowo masyarakat Indonesia sangat mendambakan mobil buatan bangsa sendiri. Selama ini mayoritas mobil yang digunakan berasal dari Jepang. "Kita sangat dambakan mobil buatan Indonesia," ujarnya.
Ia menegaskan untuk membangun industri mobil di dalam negeri perlu usaha dan kerja keras. Salah satu upaya yang akan dilakukan bila ia terpilih menjadi presiden adalah bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu pelaku usaha dalam negeri, insinyur, akademisi, dan sebagainya.
"Jadi saya ingin adanya Indonesia incorporated. Saya ingin ada kerjasama antara pelaku usaha dan ekonomi, politisi, buruh, akademisi di kampus kita kerjasama erat untuk menjadi Indonesia incorporated. Kita akan berjuang untuk mendukung itu. Tetapi kalau Anda tidak mau maju-maju, pemerintah akan ambil alih," tegasnya.Mobnas Bakrie yang Disebut-sebut Capres Prabowo Mobil Konsep Bakrie (Shado)
Calon presiden (Capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan kembali proyek mobil buatan Indonesia atau mobil nasional (mobnas). Hal ini terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.
Mobil Beta 97 MPV adalah proyek yang dibuat pada tahun 1994 oleh Grup Bakrie melalui Bakrie Brothers pada waktu itu. Bakrie ketika itu ingin menjadikan Beta 97 MPV sebagai mobil nasional. Untuk itu, Bakrie pun meminta bantuan rumah desain Shado asal Inggris untuk menciptakan desain awal mobil ini.
Pada bulan April 1995 desain Beta 97 MPV pun telah selesai dan mulai diperlihatkan ke manajemen Bakrie. Setelah itu, desain tersebut langsung dikembangkan sampai prototipe mobil ini selesai di tahun 1997.
Bakrie juga sudah mulai menyiapkan segala aspek pendukung mobil ini mulai dari perakitannya hingga ke persiapan anggaran produksi untuk memenuhi jadwal peluncuran mobil yang sesungguhnya disiapkan pada bulan Desember 1997. Tapi sayang, krisis ekonomi menenggelamkannya sebelum mengaspal di jalan-jalan Indonesia.(hen/hds) Kriteria Mobil Nasional Versi MS Hidayat Setelah lama tak terdengar, mobil nasional (mobnas) kembali menjadi buah bibir pasca keinginan Capres No urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan mobnas. Namun sampai saat ini, istilah mobnas masih rancu terkait definisi dan kriterianya.
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan yang paling penting dari konsep mobnas adalah kandungan lokalnya (local content) yang besar. Jika 80% local content dari sebuah mobil sudah bisa disebut mobnas, maka Indonesia kini pun sudah bisa merealisasikannya dari produk-produk mobil dari berbagai prinsipal asing yang sudah diproduksi di dalam negeri.
"Apabila kriteria yang disebut mobnas itu bisa menggunakan komponen lokal sampai 85%, sisanya sedikit yaitu engine-nya masih impor itu bisa dimulai," kata MS Hidayat ditemui di seminar Industri di Kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Menurut Hidayat Jika sebuah mobil mengusung nama lokal namun kandungan lokalnya masih dominan impor, maka mobil tersebut tidak pantas disebut sebagai mobil nasional.
"Tapi jangan seperti mobil-mobil yang lalu, bilang mobnas tapi sebagian besar masih impor," katanya.
Mantan Ketua Kadin ini mengatakan mobil nasional juga tak harus terpaku pada merek lokal. Investor lokal bisa bekerjasama dengan investor asing menciptakan merek baru, atau hanya merek lokalnya saja.
"Merek Indonesia, atau kombinasi keduanya. Idealnya sih brand Indonesia, tapi memang makan waktu lama untuk mulai populer," katanya.(zul/hen)LCGC Layak Disebut Mobnas Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan pemerintah kini sedang mengembangkan 'mobnas' versi lain dari yang sempat dikembangkan pada era Orde Baru. Konsep mobnas saat ini mengembangkan industri komponen di dalam negeri dengan menggandeng prinsipal asing seperti Jepang.
Hidayat mengatakan, jika yang dimaksud mobnas itu adalah mobil dengan kandungan lokal 80% atau lebih, Indonesia kini sudah memilikinya. Menurut Hidayat, di dunia tak ada lagi industri mobil yang memiliki kandungan lokal hingga 100%.
"Di dunia ini nggak ada lagi yang 100% dibuat sendiri, karena interaksi dari teknologi yang membuat lebih efisien. Tapi kalau 80% sudah kita kuasai saya kira bisa dimulai," jelas Hidayat di sela seminar soal Industri di Kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Saat ini, mobil low cost green car (LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan tengah dikembangkan agar memiliki kandungan lokal hingga 80%. Jika terealisasi, maka mobil tersebut pun bisa disebut mobnas.
"Kita kan sudah sampai ke situ, LCGC misalnya. Bisa (disebut mobnas), industri komponen kita itu sudah 1.500-an (pabrik) lebih," katanya.
Sependapat dengan Hidayat, Sekjen Gabungan Industri Kendraaan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito mengatakan, kandungan lokal pada mobil LCGC akan mencapai 87% pada tahun ini.
"LCGC itu tahun ini ditargetkan sudah 87% local content. Tinggal 14 item lagi yang masih diimpor, salah satunya CPU (Central Prosessor Unit) untuk mesin," katanya.(zul/hen) Tanggapan Produsen Mobnas Produsen mobil nasional (mobnas) menanggapi positif keinginan calon presiden mengembangkan mobil merek lokal. Capres Prabowo Subianto salah satu yang punya keinginan membangkitkan kembali proyek mobnas.
CEO PT Super Gasindo Jaya Koentjoro Njoto, yang selama ini memproduksi mobil merek Tawon mengatakan sangat mendambakan pemerintahan baru yang bisa merealisasikan gagasan yang sempat tercetus pada Orde Baru tersebut. Menurut Njoto, perlu pemimpin yang tegas untuk merealisasikannya.
"Saya masih menunggu bagaimana dan seperti apa, tapi kalau mengharapkan dari pemerintahan sekarang sih sulit. Saya kira segera turun saja, diganti dengan presiden baru," katanya kepada detikFinance, Senin (23/6/2014).
Menurutnya membangun industri mobnas butuh kepemimpinan yang kuat agar tak goyah dari tekanan-tekanan dari pihak yang tak senang dengan kemampuan Indonesia membuat mobil sendiri. Njoto mengaku secara pribadi lebih condong berharap dari capres Prabowo untuk merealisasikan mimpi Indonesia punya merek mobnas.
"Tapi saya nggak suka kenapa mobnas yang disebut Prabowo menunjuk pada (mobnas) Bakrie, padahal perusahaan itu banyak utang," katanya.
Njoto menegaskan seharusnya yang dikembangkan adalah industri otomotif dalam negeri, termasuk industri-industri komponennya. Ia juga mengingatkan tahun depan mulai ada pasar bebas ASEAN (MEA/AFTA) yang ketat persaingannya.
"Kita sedang menghadapi AFTA, kalau itu sudah berjalan, pelacur pun nggak laku," katanya.
Beberapa tahun terakhir memang bermunculan mobnas antara lain merek Esemka, bermunculan beberapa 'embrio' mobil nasional lainnya yang mulai akrab di telinga seperti GEA besutan PT Inka, Mobil Tawon produksi PT Super Gasindo Jaya, mobil rakyat (Mobira) yang digarap oleh PT. Sarimas Ahmadi Pratama, dan masih banyak lainnya.(hen/hds) Proton Malaysia Saja Belum Untung Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan pengembangan mobil nasional (mobnas) dengan merek Indonesia sulit berkembang.
Wacana mobnas kembali menjadi perbincangan pasca keinginan Capres Nomor Urut 1, Prabowo Subianto mendambakan adanya proyek mobnas jika dia berkuasa.
Alasannya belum ada investor yang bersedia menanamkan investasi. Meskipun ada investor, tak menjamin bisa sehat sebagai perusahaan seperti yang dialami pabrik Proton, Malaysia.
Hidayat menuturkan untuk mengembangkan mobil nasional butuh investasi yang tak sedikit, sehingga yang dibutuhkan adalah pemodal besar. Hidayat mengatakan, pihak swasta atau BUMN berpeluang masuk ke sektor ini.
"Berkali-kali saya menyampaikan, industri mobil ini sangat berat karena dia capital intensive (padat modal) di sisi lain dia juga labour intensive (padat karya). Capital intensive dibutuhkan pemodal, investasi besar itu bisa pemerintah bisa swasta," katanya di acara Seminar soal Industri di Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Hidayat mengisahkan pada Orde Baru ada beberapa merek mobil lokal yang sempat beredar di pasaran, namun terhenti di tengah jalan karena memang tak berbasis fundamental industri yang kuat.
"Di masa yang lalu beberapa swasta besar mulai dari Tommy (Hutomo Mandala Putra/Tommy Soeharto), Bimantara dan sebagainya, akhirnya tidak sukses. Karena memang struktur industri permobilan ini high-tech dan kompetisinya sudah global," tambahnya.
Dikatakan Hidayat, untuk mengembangkan mobil nasional, setidaknya setiap tahun, kapasitas produksinya harus mencapai 30.000 unit agar layak. Selain itu, dari segi pembiayaan pun harus besar.
"Kalau dilakukan pemerintah juga bisa, seperti Malaysia, Proton, tapi kalau kita perhatikan, Proton pun setelah sekian puluh tahun dia belum profitable (untung). Dalam arti sebagai perusahaan," katanya.(zul/hen)Mobnas Bakrie yang Diidamkan Prabowo Tak Layak Menteri Perindustrian MS Hidayat mengakui pengusaha Aburizal Bakrie sempat mengembangkan mobil nasional merek Indonesia pada tahun 1990-an. Namun proyek yang diberi nama Beta 97 MPV itu tak layak (not feasible) secara bisnis sehingga tak dilanjutkan.
"Dulu sudah pernah, puluhan tahun lalu. Nggak feasible. Teman-teman saya sebagai pengusaha melihat kalau feasible pasti mereka melakukannya," kata Hidayat usai acara seminar industri di kantor Kemenperin, Senin (23/6/2014).
Mantan Ketua Umum Kadin ini menjelaskan jika pemerintahan yang baru berkuasa sebaiknya proyek mobnas diserahkan ke BUMN dengan skema pemberian modal yang besar. Selain itu, BUMN bisa melakukan kerjasama industri dengan swasta lokal.
Namun mengembangkan mobnas melalui BUMN bukan persoalan mudah. Contohnya beberapa waktu lalu, BUMN PT INKA sudah mengembangkan mobil pick up angkutan perdesaan, namun kini BUMN srategis itu lebih fokus pada bisnisnya yaitu produksi kereta.
"Kemarin saya buat uji coba kendaraan pick up yang murah itu di INKA, diberhentikan di tengah jalan. Waktu itu, karena memang kurang prioritas mungkin. Saya mendengar oleh dirutnya dihentikan, karena ada prioritas yang lebih jauh," katanya.
Mobil Beta 97 MPV adalah proyek yang dibuat pada tahun 1994 oleh Grup Bakrie melalui Bakrie Brothers pada waktu itu. Bakrie ketika itu ingin menjadikan Beta 97 MPV sebagai mobil nasional. Untuk itu, Bakrie pun meminta bantuan rumah desain Shado asal Inggris untuk menciptakan desain awal mobil ini.
Pada bulan April 1995 desain Beta 97 MPV pun telah selesai dan mulai diperlihatkan ke manajemen Bakrie. Setelah itu, desain tersebut langsung dikembangkan sampai prototipe mobil ini selesai di tahun 1997.
Bakrie juga sudah mulai menyiapkan segala aspek pendukung mobil ini mulai dari perakitannya hingga ke persiapan anggaran produksi untuk memenuhi jadwal peluncuran mobil yang sesungguhnya disiapkan pada Desember 1997. Tapi sayang, krisis ekonomi menenggelamkannya sebelum mengaspal di jalan raya Indonesia.
Calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan kembali proyek mobil buatan Indonesia atau mobil nasional. Hal ini terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.
"Saya ingat masa kejayaan Indonesia di tahun 90-an yang dikenal saat itu Macan Asia. Di mejanya Pak Aburizal Bakrie ada maket (rancangan) mobil yang ingin dibuat," ungkap Prabowo akhir pekan lalu.Modal Bikin Mobnas, Butuh Investasi Pabrik Hingga Rp 7 Triliun Capres nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin menghidupkan kembali mobil nasional. Namun untuk mengembangkan industri mobil dari riset awal, produksi massal, hingga penjualan butuh investasi triliunan rupiah.
Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Noegardjito mengatakan, investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun pabrik mobil adalah sekitar US$ 400-700 juta atau setara Rp 4-7 triliun.
"Kalau mau buat pabrik, itu sederhana US$ 400-700 itu sudah beres. Yang mahal itu bukan investasinya," katanya di sela-sela seminar soal Industri membahas Industri Otomotif RI Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 di Kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (28/6/2014).
Ia mengatakan, investasi tersebut cukup untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar 100.000 unit per tahun.
Noegardjito mengatakan, yang paling berat adalah mengembangkan after sales network atau jaringan layanan purna jual dari merek mobil tersebut.
Setidaknya, untuk 1 authorized aftersales network yang mencakup bengkel perawatan, sparepart, dan showroom penjualan, harus disediakan dana lebih dari Rp 55 miliar.
"Yang mahal bukan invesatasinya, tapi mengembangkan network after sales itu yang super mahal, kalau mau buat itu sekitar Rp 55 miliar. Itu tergantung harga tanahnya juga," katanya.
Ia berpesan, selain dari segi finansial tersebut, produk baru agar bisa bersaing dengan produk-produk yang sudah ada sekarang, harus mengutamakan kandungan lokal yang besar.
"Pertama kalau merek baru nih, supaya bisa bersaing dengan merek yang sudah ada harus local content tinggi, kalau nggak, nggak bisa bersaing," tuturnya.(zul/hen) Jangan Sampai Mobnas Hilang Setelah 5 Tahun Diluncurkan Membangun industri mobil nasional (mobnas) tak hanya menyiapkan pabrik dan layanan purna jual. Tantangan terberat lainnya adalah aspek bisnis (pemasaran) agar tetap mempertahankan eksistensi mobil tersebut agar terus diterima pasar.
"Tapi secara bisnis harus juga dihitung, jangan juga setelah di-launching 5 tahun kemudian hilang," katanya di kantor Kementerian Perindustrian, Senin (23/6/2014).
Hidayat mengakui mengembangkan mobnas memang butuh kemauan politik bagi presiden yang berkuasa. Sehingga butuh dukungan seorang presiden, termasuk dalam hal promosi.
"Karena ini program politik, jadi siapa yang menang, bisa mencanangkan ini supaya lebih populer," katanya.
Mantan Ketua Kadin ini mencontohkan cerita sukses mengembangkan mobil nasional yaitu Hyundai dan KIA yang pemasaran awalnya mendapat dukungan penuh dari pemerintah Korea Selatan (Korsel).
"Semua harus seperti Korea, begitu di-launching, ada yang masih kurang suka harus ditekan, harus dibeli. Kalau di Korea itu bisa dikerahkan mobilisasi pembeli dengan semboyan nasionalisme," katanya.
Calon presiden (capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan kembali proyek mobil buatan Indonesia atau mobnas. Hal ini terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.(hen/hds) Percuma Disebut Mobnas Kalau Komponennya Masih Impor Pengertian mobil nasional (mobnas) hingga kini masih rancu dan belum ada yang pasti. Namun bagi pelaku industri otomotif, yang terpenting dari mobnas adalah kandungan komponen lokalnya (local content) tinggi.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2024).
"Kalau kami melihatnya pertama local content harus tinggi dulu. Karena apa gunanya kita sebut mobnas kalau masih diimpor (komponennya)," tegas Noegardjito.
Menurutnya, beberapa produk mobil murah dan ramah lingkungan atau Low Cost and Green Car (LCGC) saat ini bisa disebut mobil nasional karena menggunakan local content menuju 80%. Bahkan ada yang sudah mencapai 80%.
"Tahun ini 87% rencananya. Tinggal 14 item lagi (yang masih impor)," kata dia.
Ia mengatakan, kriteria mobnas harus mengedepankan kandungan lokal, setelah itu baru aspek sebuah merek. Bagi Noegardjito, produk LCGC sudah memenuhi sebagai mobnas meski ada sisipan nama prinsipal asing dari Jepang seperti Daihatsu, Toyota, Suzuki, Datsun, dan Honda.
"Seperti Astra ada Ayla, Agya itu kan merek lokal," tutupnya.
Wacana membangkitkan kembali mobnas muncul dari Calon presiden (Capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto. Prabowo terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.
Beberapa tahun terakhir memang bermunculan mobnas antara lain merek Esemka, bermunculan beberapa 'embrio' mobil nasional lainnya yang mulai akrab di telinga seperti GEA besutan PT Inka, Mobil Tawon produksi PT Super Gasindo Jaya, mobil rakyat (Mobira) yang digarap oleh PT Sarimas Ahmadi Pratama dan masih banyak lainnya. Umumnya sebagian komponen, terutama mesin masih diimpor dari Tiongkok.(zul/hen)
Presiden Direktur PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) Jusak Kertowidjojo mengaku tidak mengerti apa definisi tentang mobnas. Ia beralasan jika definisi mobnas adalah mobil buatan tangan orang-orang Indonesia dan dibuat di dalam negeri, saat ini hal tersebut justru sudah terjadi.
"Saya tidak terlalu paham apa itu mobil nasional, kalau mobil nasional, mobil yang dibuat orang Indonesia, saat ini pun orang Indonesia sudah buat mobil," ujar Jusak dihubungi detikFinance, Senin (23/6/2014).
Jusak menambahkan, jika dikatakan mobil nasional seluruhnya merupakan buatan orang Indonesia, hal tersebut pun sudah terpenuhi dengan produk-produk mobil yang sudah banyak beredar di pasar domestik yang dihasilkan dari pabrik-pabrik lokal.
"Saat ini 90% merek mobil yang dijual di Indonesia dibuat di dalam negeri dan orang Indonesia, dan sebagian besar bahkan hampir seluruh komponennya dibuat orang Indonesia," katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah mobil nasional harus bermerek nasional?
Menurutnya tak paham konsep seperti apa yang menggambarkan suatu mobil bisa dikatakan mobil nasional.
"Saat ini mobil-mobil yang diproduksi di Indonesia itu merupakan merek internasional, bukan merek suatu negara saja," tutupnya.
Sebelumnya calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto dalam dialog capres-cawapres yang diselenggarakan Kadin Indonesia di Djakarta Teater, Jakarta, Jumat (20/06/2014) mendambakan adanya mobil nasional.
"Saya ingat masa kejayaan Indonesia di tahun 90-an yang dikenal saat itu Macan Asia. Di mejanya pak Aburizal Bakrie ada maket (rancangan) mobil yang ingin dibuat," ungkap Prabowo.
Menurut Prabowo masyarakat Indonesia sangat mendambakan mobil buatan bangsa sendiri. Selama ini mayoritas mobil yang digunakan berasal dari Jepang. "Kita sangat dambakan mobil buatan Indonesia," ujarnya.
Ia menegaskan untuk membangun industri mobil di dalam negeri perlu usaha dan kerja keras. Salah satu upaya yang akan dilakukan bila ia terpilih menjadi presiden adalah bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu pelaku usaha dalam negeri, insinyur, akademisi, dan sebagainya.
"Jadi saya ingin adanya Indonesia incorporated. Saya ingin ada kerjasama antara pelaku usaha dan ekonomi, politisi, buruh, akademisi di kampus kita kerjasama erat untuk menjadi Indonesia incorporated. Kita akan berjuang untuk mendukung itu. Tetapi kalau Anda tidak mau maju-maju, pemerintah akan ambil alih," tegasnya.Mobnas Bakrie yang Disebut-sebut Capres Prabowo Mobil Konsep Bakrie (Shado)
Calon presiden (Capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan kembali proyek mobil buatan Indonesia atau mobil nasional (mobnas). Hal ini terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.
Mobil Beta 97 MPV adalah proyek yang dibuat pada tahun 1994 oleh Grup Bakrie melalui Bakrie Brothers pada waktu itu. Bakrie ketika itu ingin menjadikan Beta 97 MPV sebagai mobil nasional. Untuk itu, Bakrie pun meminta bantuan rumah desain Shado asal Inggris untuk menciptakan desain awal mobil ini.
Pada bulan April 1995 desain Beta 97 MPV pun telah selesai dan mulai diperlihatkan ke manajemen Bakrie. Setelah itu, desain tersebut langsung dikembangkan sampai prototipe mobil ini selesai di tahun 1997.
Bakrie juga sudah mulai menyiapkan segala aspek pendukung mobil ini mulai dari perakitannya hingga ke persiapan anggaran produksi untuk memenuhi jadwal peluncuran mobil yang sesungguhnya disiapkan pada bulan Desember 1997. Tapi sayang, krisis ekonomi menenggelamkannya sebelum mengaspal di jalan-jalan Indonesia.(hen/hds) Kriteria Mobil Nasional Versi MS Hidayat Setelah lama tak terdengar, mobil nasional (mobnas) kembali menjadi buah bibir pasca keinginan Capres No urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan mobnas. Namun sampai saat ini, istilah mobnas masih rancu terkait definisi dan kriterianya.
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan yang paling penting dari konsep mobnas adalah kandungan lokalnya (local content) yang besar. Jika 80% local content dari sebuah mobil sudah bisa disebut mobnas, maka Indonesia kini pun sudah bisa merealisasikannya dari produk-produk mobil dari berbagai prinsipal asing yang sudah diproduksi di dalam negeri.
"Apabila kriteria yang disebut mobnas itu bisa menggunakan komponen lokal sampai 85%, sisanya sedikit yaitu engine-nya masih impor itu bisa dimulai," kata MS Hidayat ditemui di seminar Industri di Kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Menurut Hidayat Jika sebuah mobil mengusung nama lokal namun kandungan lokalnya masih dominan impor, maka mobil tersebut tidak pantas disebut sebagai mobil nasional.
"Tapi jangan seperti mobil-mobil yang lalu, bilang mobnas tapi sebagian besar masih impor," katanya.
Mantan Ketua Kadin ini mengatakan mobil nasional juga tak harus terpaku pada merek lokal. Investor lokal bisa bekerjasama dengan investor asing menciptakan merek baru, atau hanya merek lokalnya saja.
"Merek Indonesia, atau kombinasi keduanya. Idealnya sih brand Indonesia, tapi memang makan waktu lama untuk mulai populer," katanya.(zul/hen)LCGC Layak Disebut Mobnas Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan pemerintah kini sedang mengembangkan 'mobnas' versi lain dari yang sempat dikembangkan pada era Orde Baru. Konsep mobnas saat ini mengembangkan industri komponen di dalam negeri dengan menggandeng prinsipal asing seperti Jepang.
Hidayat mengatakan, jika yang dimaksud mobnas itu adalah mobil dengan kandungan lokal 80% atau lebih, Indonesia kini sudah memilikinya. Menurut Hidayat, di dunia tak ada lagi industri mobil yang memiliki kandungan lokal hingga 100%.
"Di dunia ini nggak ada lagi yang 100% dibuat sendiri, karena interaksi dari teknologi yang membuat lebih efisien. Tapi kalau 80% sudah kita kuasai saya kira bisa dimulai," jelas Hidayat di sela seminar soal Industri di Kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Saat ini, mobil low cost green car (LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan tengah dikembangkan agar memiliki kandungan lokal hingga 80%. Jika terealisasi, maka mobil tersebut pun bisa disebut mobnas.
"Kita kan sudah sampai ke situ, LCGC misalnya. Bisa (disebut mobnas), industri komponen kita itu sudah 1.500-an (pabrik) lebih," katanya.
Sependapat dengan Hidayat, Sekjen Gabungan Industri Kendraaan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito mengatakan, kandungan lokal pada mobil LCGC akan mencapai 87% pada tahun ini.
"LCGC itu tahun ini ditargetkan sudah 87% local content. Tinggal 14 item lagi yang masih diimpor, salah satunya CPU (Central Prosessor Unit) untuk mesin," katanya.(zul/hen) Tanggapan Produsen Mobnas Produsen mobil nasional (mobnas) menanggapi positif keinginan calon presiden mengembangkan mobil merek lokal. Capres Prabowo Subianto salah satu yang punya keinginan membangkitkan kembali proyek mobnas.
CEO PT Super Gasindo Jaya Koentjoro Njoto, yang selama ini memproduksi mobil merek Tawon mengatakan sangat mendambakan pemerintahan baru yang bisa merealisasikan gagasan yang sempat tercetus pada Orde Baru tersebut. Menurut Njoto, perlu pemimpin yang tegas untuk merealisasikannya.
"Saya masih menunggu bagaimana dan seperti apa, tapi kalau mengharapkan dari pemerintahan sekarang sih sulit. Saya kira segera turun saja, diganti dengan presiden baru," katanya kepada detikFinance, Senin (23/6/2014).
Menurutnya membangun industri mobnas butuh kepemimpinan yang kuat agar tak goyah dari tekanan-tekanan dari pihak yang tak senang dengan kemampuan Indonesia membuat mobil sendiri. Njoto mengaku secara pribadi lebih condong berharap dari capres Prabowo untuk merealisasikan mimpi Indonesia punya merek mobnas.
"Tapi saya nggak suka kenapa mobnas yang disebut Prabowo menunjuk pada (mobnas) Bakrie, padahal perusahaan itu banyak utang," katanya.
Njoto menegaskan seharusnya yang dikembangkan adalah industri otomotif dalam negeri, termasuk industri-industri komponennya. Ia juga mengingatkan tahun depan mulai ada pasar bebas ASEAN (MEA/AFTA) yang ketat persaingannya.
"Kita sedang menghadapi AFTA, kalau itu sudah berjalan, pelacur pun nggak laku," katanya.
Beberapa tahun terakhir memang bermunculan mobnas antara lain merek Esemka, bermunculan beberapa 'embrio' mobil nasional lainnya yang mulai akrab di telinga seperti GEA besutan PT Inka, Mobil Tawon produksi PT Super Gasindo Jaya, mobil rakyat (Mobira) yang digarap oleh PT. Sarimas Ahmadi Pratama, dan masih banyak lainnya.(hen/hds) Proton Malaysia Saja Belum Untung Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan pengembangan mobil nasional (mobnas) dengan merek Indonesia sulit berkembang.
Wacana mobnas kembali menjadi perbincangan pasca keinginan Capres Nomor Urut 1, Prabowo Subianto mendambakan adanya proyek mobnas jika dia berkuasa.
Alasannya belum ada investor yang bersedia menanamkan investasi. Meskipun ada investor, tak menjamin bisa sehat sebagai perusahaan seperti yang dialami pabrik Proton, Malaysia.
Hidayat menuturkan untuk mengembangkan mobil nasional butuh investasi yang tak sedikit, sehingga yang dibutuhkan adalah pemodal besar. Hidayat mengatakan, pihak swasta atau BUMN berpeluang masuk ke sektor ini.
"Berkali-kali saya menyampaikan, industri mobil ini sangat berat karena dia capital intensive (padat modal) di sisi lain dia juga labour intensive (padat karya). Capital intensive dibutuhkan pemodal, investasi besar itu bisa pemerintah bisa swasta," katanya di acara Seminar soal Industri di Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Hidayat mengisahkan pada Orde Baru ada beberapa merek mobil lokal yang sempat beredar di pasaran, namun terhenti di tengah jalan karena memang tak berbasis fundamental industri yang kuat.
"Di masa yang lalu beberapa swasta besar mulai dari Tommy (Hutomo Mandala Putra/Tommy Soeharto), Bimantara dan sebagainya, akhirnya tidak sukses. Karena memang struktur industri permobilan ini high-tech dan kompetisinya sudah global," tambahnya.
Dikatakan Hidayat, untuk mengembangkan mobil nasional, setidaknya setiap tahun, kapasitas produksinya harus mencapai 30.000 unit agar layak. Selain itu, dari segi pembiayaan pun harus besar.
"Kalau dilakukan pemerintah juga bisa, seperti Malaysia, Proton, tapi kalau kita perhatikan, Proton pun setelah sekian puluh tahun dia belum profitable (untung). Dalam arti sebagai perusahaan," katanya.(zul/hen)Mobnas Bakrie yang Diidamkan Prabowo Tak Layak Menteri Perindustrian MS Hidayat mengakui pengusaha Aburizal Bakrie sempat mengembangkan mobil nasional merek Indonesia pada tahun 1990-an. Namun proyek yang diberi nama Beta 97 MPV itu tak layak (not feasible) secara bisnis sehingga tak dilanjutkan.
"Dulu sudah pernah, puluhan tahun lalu. Nggak feasible. Teman-teman saya sebagai pengusaha melihat kalau feasible pasti mereka melakukannya," kata Hidayat usai acara seminar industri di kantor Kemenperin, Senin (23/6/2014).
Mantan Ketua Umum Kadin ini menjelaskan jika pemerintahan yang baru berkuasa sebaiknya proyek mobnas diserahkan ke BUMN dengan skema pemberian modal yang besar. Selain itu, BUMN bisa melakukan kerjasama industri dengan swasta lokal.
Namun mengembangkan mobnas melalui BUMN bukan persoalan mudah. Contohnya beberapa waktu lalu, BUMN PT INKA sudah mengembangkan mobil pick up angkutan perdesaan, namun kini BUMN srategis itu lebih fokus pada bisnisnya yaitu produksi kereta.
"Kemarin saya buat uji coba kendaraan pick up yang murah itu di INKA, diberhentikan di tengah jalan. Waktu itu, karena memang kurang prioritas mungkin. Saya mendengar oleh dirutnya dihentikan, karena ada prioritas yang lebih jauh," katanya.
Mobil Beta 97 MPV adalah proyek yang dibuat pada tahun 1994 oleh Grup Bakrie melalui Bakrie Brothers pada waktu itu. Bakrie ketika itu ingin menjadikan Beta 97 MPV sebagai mobil nasional. Untuk itu, Bakrie pun meminta bantuan rumah desain Shado asal Inggris untuk menciptakan desain awal mobil ini.
Pada bulan April 1995 desain Beta 97 MPV pun telah selesai dan mulai diperlihatkan ke manajemen Bakrie. Setelah itu, desain tersebut langsung dikembangkan sampai prototipe mobil ini selesai di tahun 1997.
Bakrie juga sudah mulai menyiapkan segala aspek pendukung mobil ini mulai dari perakitannya hingga ke persiapan anggaran produksi untuk memenuhi jadwal peluncuran mobil yang sesungguhnya disiapkan pada Desember 1997. Tapi sayang, krisis ekonomi menenggelamkannya sebelum mengaspal di jalan raya Indonesia.
Calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan kembali proyek mobil buatan Indonesia atau mobil nasional. Hal ini terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.
"Saya ingat masa kejayaan Indonesia di tahun 90-an yang dikenal saat itu Macan Asia. Di mejanya Pak Aburizal Bakrie ada maket (rancangan) mobil yang ingin dibuat," ungkap Prabowo akhir pekan lalu.Modal Bikin Mobnas, Butuh Investasi Pabrik Hingga Rp 7 Triliun Capres nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin menghidupkan kembali mobil nasional. Namun untuk mengembangkan industri mobil dari riset awal, produksi massal, hingga penjualan butuh investasi triliunan rupiah.
Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Noegardjito mengatakan, investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun pabrik mobil adalah sekitar US$ 400-700 juta atau setara Rp 4-7 triliun.
"Kalau mau buat pabrik, itu sederhana US$ 400-700 itu sudah beres. Yang mahal itu bukan investasinya," katanya di sela-sela seminar soal Industri membahas Industri Otomotif RI Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 di Kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (28/6/2014).
Ia mengatakan, investasi tersebut cukup untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar 100.000 unit per tahun.
Noegardjito mengatakan, yang paling berat adalah mengembangkan after sales network atau jaringan layanan purna jual dari merek mobil tersebut.
Setidaknya, untuk 1 authorized aftersales network yang mencakup bengkel perawatan, sparepart, dan showroom penjualan, harus disediakan dana lebih dari Rp 55 miliar.
"Yang mahal bukan invesatasinya, tapi mengembangkan network after sales itu yang super mahal, kalau mau buat itu sekitar Rp 55 miliar. Itu tergantung harga tanahnya juga," katanya.
Ia berpesan, selain dari segi finansial tersebut, produk baru agar bisa bersaing dengan produk-produk yang sudah ada sekarang, harus mengutamakan kandungan lokal yang besar.
"Pertama kalau merek baru nih, supaya bisa bersaing dengan merek yang sudah ada harus local content tinggi, kalau nggak, nggak bisa bersaing," tuturnya.(zul/hen) Jangan Sampai Mobnas Hilang Setelah 5 Tahun Diluncurkan Membangun industri mobil nasional (mobnas) tak hanya menyiapkan pabrik dan layanan purna jual. Tantangan terberat lainnya adalah aspek bisnis (pemasaran) agar tetap mempertahankan eksistensi mobil tersebut agar terus diterima pasar.
"Tapi secara bisnis harus juga dihitung, jangan juga setelah di-launching 5 tahun kemudian hilang," katanya di kantor Kementerian Perindustrian, Senin (23/6/2014).
Hidayat mengakui mengembangkan mobnas memang butuh kemauan politik bagi presiden yang berkuasa. Sehingga butuh dukungan seorang presiden, termasuk dalam hal promosi.
"Karena ini program politik, jadi siapa yang menang, bisa mencanangkan ini supaya lebih populer," katanya.
Mantan Ketua Kadin ini mencontohkan cerita sukses mengembangkan mobil nasional yaitu Hyundai dan KIA yang pemasaran awalnya mendapat dukungan penuh dari pemerintah Korea Selatan (Korsel).
"Semua harus seperti Korea, begitu di-launching, ada yang masih kurang suka harus ditekan, harus dibeli. Kalau di Korea itu bisa dikerahkan mobilisasi pembeli dengan semboyan nasionalisme," katanya.
Calon presiden (capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto ingin membangkitkan kembali proyek mobil buatan Indonesia atau mobnas. Hal ini terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.(hen/hds) Percuma Disebut Mobnas Kalau Komponennya Masih Impor Pengertian mobil nasional (mobnas) hingga kini masih rancu dan belum ada yang pasti. Namun bagi pelaku industri otomotif, yang terpenting dari mobnas adalah kandungan komponen lokalnya (local content) tinggi.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Noegardjito ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (23/6/2024).
"Kalau kami melihatnya pertama local content harus tinggi dulu. Karena apa gunanya kita sebut mobnas kalau masih diimpor (komponennya)," tegas Noegardjito.
Menurutnya, beberapa produk mobil murah dan ramah lingkungan atau Low Cost and Green Car (LCGC) saat ini bisa disebut mobil nasional karena menggunakan local content menuju 80%. Bahkan ada yang sudah mencapai 80%.
"Tahun ini 87% rencananya. Tinggal 14 item lagi (yang masih impor)," kata dia.
Ia mengatakan, kriteria mobnas harus mengedepankan kandungan lokal, setelah itu baru aspek sebuah merek. Bagi Noegardjito, produk LCGC sudah memenuhi sebagai mobnas meski ada sisipan nama prinsipal asing dari Jepang seperti Daihatsu, Toyota, Suzuki, Datsun, dan Honda.
"Seperti Astra ada Ayla, Agya itu kan merek lokal," tutupnya.
Wacana membangkitkan kembali mobnas muncul dari Calon presiden (Capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto. Prabowo terinspirasi dari maket mobil Beta 97 MPV yang sempat dirancang oleh perusahaan pengusaha Aburizal Bakrie pada era tahun 1990-an.
Beberapa tahun terakhir memang bermunculan mobnas antara lain merek Esemka, bermunculan beberapa 'embrio' mobil nasional lainnya yang mulai akrab di telinga seperti GEA besutan PT Inka, Mobil Tawon produksi PT Super Gasindo Jaya, mobil rakyat (Mobira) yang digarap oleh PT Sarimas Ahmadi Pratama dan masih banyak lainnya. Umumnya sebagian komponen, terutama mesin masih diimpor dari Tiongkok.(zul/hen)
★ detik
0 komentar:
Post a Comment