"Kapal itu kami sewa untuk angkut minyak mentah ke Kilang Balongan, ternyata di perjalanan dibelokkan ke perairan Malaysia. Ini sama saja Pertamina dirampok," tegas Vice President Corporate Communicaton Pertamina Ali Mundakir kepada detikFinance, Selasa (10/6/2014).
Namun, lanjut Ali, berdasarkan penyelidikan internal yang dilakukan Pertamina, kargo minyak sebanyak kurang lebih 402.000 barel tersebut masih utuh. "Minyak yang dijual mereka (MT Jelita Bangsa) merupakan minyak sisa, di luar minyak Pertamina yang dibeli dari Chevron Dumai," ucapnya.
Ia mengatakan, pihaknya terus mempercepat pembahasan dengan Ditjen Bea dan Cukai. Pertamina ingin proses hukum tetap berjalan, tetapi minyaknya bisa dibawa ke Balongan.
"Minyak ini kan untuk diproduksi menjadi BBM (bahan bakar minyak) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi sangat penting, apalagi jumlahnya cukup besar," tutur Ali.
Pekan lalu, terjadi upaya penyelundupan minyak ke Malaysia oleh kapal MT Jelita Bangsa. Seharusnya, kapal tanker tersebut mengirimkan minyak mentah ke kilang Pertamina di Balongan, Jawa Barat. Namun ternyata kapal tersebut malah dikirim ke sebuah kapal bernama MT Ocean Maju.
MT Jelita Bangsa merupakan kapal dengan panjang 232 meter yang disewa oleh Pertamina. Kapal ini dimiliki oleh PT Trade Maritim Tbk (TRAM). Sementara untuk MT Ocean Maju, menurut Ditjen Bea dan Cukai, tidak terdaftar.
Potensi kerugian dari minyak yang diselundupkan MT Jelita Bangsa mencapai Rp 450 miliar. Ini juga berimplikasi pada berkurangnya pasokan bahan baku BBM dalam negeri.
Ada sejumlah orang yang diamankan, yaitu nakhoda dan mualim MT Jelita Bangsa, serta nakhoda dan bungker clark MT Ocean Maju. Penyelidikan ini masih berjalan.Tidak Ada KerugianPT Pertamina mengklaim pihaknya maupun negara tidak ada yang dirugikan terkait penangkapan kapal MT Jelita Bangsa yang mengangkut minyak milik Pertamina dari Chevron Dumai ke Kilang Balongan.
"Negara tidak rugi sama sekali, begitu pun Pertamina, walau minyak tersebut mau diselundupkan atau dijual di perairan Malaysia," ucap Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir kepada detikFinance, Selasa (10/6/2014).
Ali mengungkapkan, pengiriman minyak mentah sekitar 402.000 barel atau senilai Rp 450 miliar tersebut merupakan tanggung jawab pemilik kapal. "Kita itu ada kontraknya. Minyak yang diangkut kualitasnya A dengan jumlah 400.000 barel. Sampai di kilang, minyaknya tetap kualitas A jumlahnya tidak kurang sedikit pun. Baru kita bayar," paparnya.
Jika ada kekurangan, lanjut Ali, maka bisa ditagihkan ke pemilik kapal. "Intinya begitu. Jadi dalam kasus ini, kami sudah meminta pertanggungjawaban pemilik kapal. Minyaknya kembali atau harus ganti rugi," tegasnya.
Subsidi Energi Melonjak, Minyak Malah DiselundupkanDitjen Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun berhasil menggagalkan upaya penyelundupan minyak ke perairan Malaysia sebanyak 60.000 ton. Jumlah ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah.
Bagi anggota DPR, khususnya Komisi VII yang membidangi energi, hasil ini patut diapresiasi. "Sangat mengejutkan. Tentu kami berterima kasih kepada jajaran Bea Cukai yang mampu mencegah penyelundupan yang sangat masif ini," ujar Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha kepada detikFinance, Selasa (10/6/2014).
Satya mengatakan, upaya penyelundupan ini sangat memprihatinkan. Indonesia tengah dalam kondisi defisit produksi minyak yang menyebabkan subsidi energi melonjak hingga hampir Rp 400 triliun.
"Kita sedang dipusingkan oleh lonjakan subsidi energi, baik listrik maupun BBM (bahan bakar minyak). Ini yang menyebabkan pemotongan anggaran di semua sektor. Malah minyak diselundupkan, jumlahnya besar lagi," tegasnya.
Seperti diketahui, Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, beserta Kepolisian berhasil menangkap usaha penyelundupan minyak ke luar negeri pada Selasa pekan lalu. Nilai dari minyak tersebut diperkirakan mencapai Rp 450 miliar.
Ini merupakan tangkapan minyak selundupan terbesar yang pernah dilakukan Bea Cukai. Kapal penyelundup itu bernama MT Jelita Bangsa yang membawa 60.000 metrik ton minyak dari produksi sumur minyak Chevron Dumai untuk diangkut ke Kilang Balongan, Jawa Barat.Pertamina Blacklist Perusahaan Kapal yang Selundupkan MinyaknyaPT Pertamina (Persero) akan mem-blacklist perusahaan pemilik kapal MT Jelita Bangsa yang tertangkap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Karimun di perairan Malaysia, karena kedapatan menyelundupkan minyak mentah.
MT Jelita Bansa merupakan kapal yang disewa Pertamina untuk mengangkut minyak dari hasil produksi sumur milik Chevron Dumai ke Kilang Balongan, Jawa Barat.
"Kita telah kirimkan surat peringatan kepada pemilik kapal, kalau benar terbukti menyelundupkan minyak kami akan putus kontrak dan blacklist tidak akan pernah kami gunakan lagi jasanya," tegas Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir kepada detikFinance, Selasa (10/6/2014).
MT Jelita Bangsa mengangkut kargo berisi 402.955 barel minyak mentah jenis Duri Cruder eks Chevron, dan berangkat dari pelabuhan Dumai pada 2 Juni 2014 sekitar pukul 09.00 WIB tujuan Kilang Balongan, Jawa Barat. Kapal ditangkap aparat Bea Cukai di perairan sebelah utara Pulau Karimun Kecil pada 3 Juni 2014 dini hari.
Ali menegaskan kembali, Pertamina tidak akan rugi, karena sudah ada kontrak.
"Karena kontrak antara Pertamina dan pemilik kapal yang berlaku saat ini telah memagari secara tegas, kewajiban pemilik kapal untuk memastikan kargo Pertamina aman, baik secara kualitas maupun kuantitas hingga sampai di tempat tujuan pengiriman. Jadi risiko apapun terkait dengan kedua hal tersebut menjadi tanggung jawab pemilik kapal," tandasnya.
Pendapat Pengusaha KapalPekan lalu, Ditjen Bea Cukai menangkap tanker bernama MT Jelita Bangsa milik PT Trade Martirim Tbk yang berusaha menyelundupkan minyak mentah 60 ribu ton. Kapal ini merupakan sewaan Pertamina. Apa kata pengusaha perkapalan soal hal ini?
Ketua Umum DPP INSA (Asosiasi Pemilki Kapal Nasional Indonesia) Carmelita Hartoto mengatakan, penyelundupan ini merupakan ulah oknum, bukan kesalahan pemilik kapal.
Menurut Carmelita, pemilik kapal tidak akan sampai bertindak sejauh itu. Alasannya, Trade Maritim merupakan perusahaan besar yang terdaftar di pasar bursa saham.
"Saya tetap yakin pemilik kapal tidak salah, itu yang nakal oknum, bisa kru kapal bisa juga kapten kapal," ucap Carmelita kepada detikFinance, Selasa (10/6/2014).
Ia mengatakan, pemilik kapal juga menderita kerugian yang besar, karena kapal miliknya harus ditahan oleh aparat Bea Cukai. "Pemilik kapal justru rugi besar juga, karena itu kapal ditahan, itu kan biaya juga, kapalnya tidak bisa digunakan," ucapnya.
Carmelita juga meminta agar PT Pertamina (Persero) tidak melakukan blacklist serta pemutusan kontrak, karena perusahaan kapal tidak salah.
"Apalagi kalau diputus kan kasihan perusahaannya, sudah tidak salah malah di-blacklist, kan yang salah oknum, itu perusahaan nasional, sudah sulit sekarang ini perusahaan nasional berkibar kalah bersaing dengan yang asing," tutupnya.
★ detik
0 komentar:
Post a Comment