Surabaya ☆ Bakteri fotosintesis bisa menggantikan silikon sebagai bahan baku sel surya (solar cell) yang dibutuhkan dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
"Bakteri ini menangkap energi dari matahari saat berfotosintesis yang lalu melalui proses tertentu menghasilkan listrik," kata peneliti dari Universitas Ma Chung Monika Prihastyanti di sela-sela pameran "Penguatan Kelembagaan Pusat Unggulan Iptek Se-Indonesia" di Universitas Airlangga Surabaya, Jumat.
Listrik yang dihasilkan tersebut melalui metode tertentu di mana pigmen dari bakteri yang sifatnya tak stabil lebih dulu diproses untuk dikuatkan strukturnya dengan menggunakan bahan polimer, ujarnya.
"Kami menyiapkan plat kaca yang diberi partikel nano Titanium Oksida (TiO2) agar mampu menyerap elektron. Lalu plat itu dicelupkan di cairan pigmen itu, ditambahkan bahan polimer dan karbon. Hasilnya adalah sejenis sel surya," katanya.
Menurut dia sudah banyak riset pengembangan solar cell di Indonesia, namun yang menggunakan bahan bakteri baru Universitas Ma Chung, Malang.
Di AS, ujarnya, telah dikembangkan solar cell berasal dari tanaman bayam dengan prinsip sama menggunakan kemampuan fotosintesisnya.
"Tapi bakteri memiliki kelebihan dibanding tanaman, yakni spektrum gelombang elektromagnetiknya lebih panjang sehingga bisa menyerap energi matahari lebih baik," katanya.
Menurut dia, solar cell yang berasal dari bakteri sangat mendukung program energi terbarukan karena bakteri mudah untuk ditumbuhkan dibanding bahan solar cell yang menggunakan silikon.
Ia mengatakan, peluang bisnis pigmen selain di sektor energi, juga sangat besar di sektor pangan dan obat-obatan, misalnya untuk pembuatan pro-Vitamin A, antioksidan, deteksi sel kanker, kosmetik, pewarna alami dan lain-lain.(D009)
"Bakteri ini menangkap energi dari matahari saat berfotosintesis yang lalu melalui proses tertentu menghasilkan listrik," kata peneliti dari Universitas Ma Chung Monika Prihastyanti di sela-sela pameran "Penguatan Kelembagaan Pusat Unggulan Iptek Se-Indonesia" di Universitas Airlangga Surabaya, Jumat.
Listrik yang dihasilkan tersebut melalui metode tertentu di mana pigmen dari bakteri yang sifatnya tak stabil lebih dulu diproses untuk dikuatkan strukturnya dengan menggunakan bahan polimer, ujarnya.
"Kami menyiapkan plat kaca yang diberi partikel nano Titanium Oksida (TiO2) agar mampu menyerap elektron. Lalu plat itu dicelupkan di cairan pigmen itu, ditambahkan bahan polimer dan karbon. Hasilnya adalah sejenis sel surya," katanya.
Menurut dia sudah banyak riset pengembangan solar cell di Indonesia, namun yang menggunakan bahan bakteri baru Universitas Ma Chung, Malang.
Di AS, ujarnya, telah dikembangkan solar cell berasal dari tanaman bayam dengan prinsip sama menggunakan kemampuan fotosintesisnya.
"Tapi bakteri memiliki kelebihan dibanding tanaman, yakni spektrum gelombang elektromagnetiknya lebih panjang sehingga bisa menyerap energi matahari lebih baik," katanya.
Menurut dia, solar cell yang berasal dari bakteri sangat mendukung program energi terbarukan karena bakteri mudah untuk ditumbuhkan dibanding bahan solar cell yang menggunakan silikon.
Ia mengatakan, peluang bisnis pigmen selain di sektor energi, juga sangat besar di sektor pangan dan obat-obatan, misalnya untuk pembuatan pro-Vitamin A, antioksidan, deteksi sel kanker, kosmetik, pewarna alami dan lain-lain.(D009)
★ Antara
0 komentar:
Post a Comment