Foto: Suharso Rahman
Console Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) seri pertama buatan Koharmatau disempurnakan lagi pada seri kedua, sehingga cara pakainya makin memudahkan operator. Alat penabur garam hujan buatan ini menjadi yang pertama di dunia, sekaligus bukti keunggulan rekayasa teknologi dalam negeri.
Tak perlu jauh-jauh mencari produk ke luar negeri. Serahkan saja kepada instansi di dalam negeri yang mempunyai kemampuan melakukan rekayasa teknologi seperti Divisi Engineering Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Koharmatau) di Bandung. Bekerja sama dengan Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), Koharmatau mampu mendesain alat penabur garam hujan buatan yang disebut Console TMC.
Produk Console TMC Seri I berhasil dibuat Koharmatau hanya dalam tempo tiga bulan dan diluncurkan pada Januari 2014. Alat ini berhasil memecahkan persoalan membuat hujan buatan yang dihadapi selama 20 tahun dimana proses penaburan bubuk garam NaCl atau CaCl2 dari pesawat dilakukan dengan metode konvensional “lempar karung†melalui pintu samping pesawat. Akibat-akibat buruk dari proses ini, pesawat mengalami korosi akut karena turbulensi bubuk garam yang disemai berbalik ke dalam kabin.
Cara kedua, kabin pesawat ditutupi dengan kain terpal untuk mencegah menyelipnya bubuk-buku garam berukuran mikron (super fine powder) ke bagian kabin. Garam dituangkan secara manual dari karung yang dirobek melalui corong ke pintu samping pesawat. Hal ini pun ternyata tidak efektif. Bubuk garam masih beterbangan di dalam kabin selain juga dibutuhkan upaya yang keras dengan mengerahkan banyak personel mulai dari proses loading garam ke pesawat hingga pembersihan pesawat setelah itu. Hal ini sangat membutuhkan waktu lama mengingat garam yang diangkut jumlahnya hitungan ton. Hasil evaluasi menyatakan, untuk satu kali proses hujan buatan saja komponen pesawat terancam korosi walau sudah dibersihkan.
Cara ketiga, inilah pemecahan masalah yang terbukti jitu. Koharmatau melalui Divisi Engineering merancang dan membuat Console TMC (cara pembuatan lihat Angkasa edisi Juni 2014: Console TMC Buatan Koharmatau Senjata Pamungkas Hujan Buatan). Console TMC Seri I yang telah dibuat Koharmatau telah terbukti ampuh digunakan selam 250 jam per Juli lalu dan saat ini masih digunakan di Pekanbaru.
Beberapa penyempurnaan
Sukses dengan konsol pertama, Koharmatau tak mau berdiam diri. Proses penyempurnaan dilakukan untuk konsol kedua. “Kebetulan permintaan alatnya ada, dan BPPT mau mencarikan anggarannya. Akhirnya kami buat Console TMC Seri II dalam waktu hanya dua minggu. BPPT dan BNPB memang masih memerlukan tambahan Console TMC untuk melengkapi konsol yang pertama agar proses pencegahan kebakaran hutan bisa dilaksanakan lebih luas,†ujar Komandan Koharmatau Marsda TNI Sumarno.
Awal Juli lalu proses uji statis dan uji dinamis Console TMC II dilaksanakan selama dua hari oleh Koharmatau dan BPPT di Depohar 10 Bandung menggunakan C-130 Hercules nomor A-1321 dari Skadron Udara 31. Uji penyemaian garam dilaksanakan di wilayah udara Cianjur pada ketinggian 10.000 kaki dengan kecepatan 180 knot.(Roni Sontani)
Console Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) seri pertama buatan Koharmatau disempurnakan lagi pada seri kedua, sehingga cara pakainya makin memudahkan operator. Alat penabur garam hujan buatan ini menjadi yang pertama di dunia, sekaligus bukti keunggulan rekayasa teknologi dalam negeri.
Tak perlu jauh-jauh mencari produk ke luar negeri. Serahkan saja kepada instansi di dalam negeri yang mempunyai kemampuan melakukan rekayasa teknologi seperti Divisi Engineering Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Koharmatau) di Bandung. Bekerja sama dengan Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), Koharmatau mampu mendesain alat penabur garam hujan buatan yang disebut Console TMC.
Produk Console TMC Seri I berhasil dibuat Koharmatau hanya dalam tempo tiga bulan dan diluncurkan pada Januari 2014. Alat ini berhasil memecahkan persoalan membuat hujan buatan yang dihadapi selama 20 tahun dimana proses penaburan bubuk garam NaCl atau CaCl2 dari pesawat dilakukan dengan metode konvensional “lempar karung†melalui pintu samping pesawat. Akibat-akibat buruk dari proses ini, pesawat mengalami korosi akut karena turbulensi bubuk garam yang disemai berbalik ke dalam kabin.
Cara kedua, kabin pesawat ditutupi dengan kain terpal untuk mencegah menyelipnya bubuk-buku garam berukuran mikron (super fine powder) ke bagian kabin. Garam dituangkan secara manual dari karung yang dirobek melalui corong ke pintu samping pesawat. Hal ini pun ternyata tidak efektif. Bubuk garam masih beterbangan di dalam kabin selain juga dibutuhkan upaya yang keras dengan mengerahkan banyak personel mulai dari proses loading garam ke pesawat hingga pembersihan pesawat setelah itu. Hal ini sangat membutuhkan waktu lama mengingat garam yang diangkut jumlahnya hitungan ton. Hasil evaluasi menyatakan, untuk satu kali proses hujan buatan saja komponen pesawat terancam korosi walau sudah dibersihkan.
Cara ketiga, inilah pemecahan masalah yang terbukti jitu. Koharmatau melalui Divisi Engineering merancang dan membuat Console TMC (cara pembuatan lihat Angkasa edisi Juni 2014: Console TMC Buatan Koharmatau Senjata Pamungkas Hujan Buatan). Console TMC Seri I yang telah dibuat Koharmatau telah terbukti ampuh digunakan selam 250 jam per Juli lalu dan saat ini masih digunakan di Pekanbaru.
Beberapa penyempurnaan
Sukses dengan konsol pertama, Koharmatau tak mau berdiam diri. Proses penyempurnaan dilakukan untuk konsol kedua. “Kebetulan permintaan alatnya ada, dan BPPT mau mencarikan anggarannya. Akhirnya kami buat Console TMC Seri II dalam waktu hanya dua minggu. BPPT dan BNPB memang masih memerlukan tambahan Console TMC untuk melengkapi konsol yang pertama agar proses pencegahan kebakaran hutan bisa dilaksanakan lebih luas,†ujar Komandan Koharmatau Marsda TNI Sumarno.
Awal Juli lalu proses uji statis dan uji dinamis Console TMC II dilaksanakan selama dua hari oleh Koharmatau dan BPPT di Depohar 10 Bandung menggunakan C-130 Hercules nomor A-1321 dari Skadron Udara 31. Uji penyemaian garam dilaksanakan di wilayah udara Cianjur pada ketinggian 10.000 kaki dengan kecepatan 180 knot.(Roni Sontani)
★ Angkasa
0 komentar:
Post a Comment